Rabu, 20 Juli 2011

A.N.G.E.L. Theory dan Solusi Konkret Liberalisasi Jasa

A.N.G.E.L Theory dan Rekomendasi Desain Kebijakan di Era Liberalisasi Jasa
Oleh
IGN Parikesit Widiatedja,SH.,MHum.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana


Kontribusi pemikiran ini sesungguhnya merupakan konklusi dari tulisan-tulisan sebelumnya bahwa pemerintah sebagai pihak yang memiliki otoritas, legitimasi sekaligus pengaruh, sudah selayaknya ketika mendesain kebijakan memiliki suatu filosofi ibarat para malaikat atau bidadari. Harapan yang cukup masuk akal mengingat setiap kebijakan yang dipilih sangat menentukan nasib dan kelangsungan hidup  pariwisata kita di masa mendatang. Eksistensi seorang malaikat/bidadari yang termanifestasikan sebagai agen kebenaran dan pencerahan menjadi argumentasi penggunaan istilah  A.N.G.E.L Theory  dalam pembahasan ini.

Rumus ini terdiri dari Ability, National Interest, Gradual, Equality, dan Lawful  A.N.G.E.L Theory  mungkin  pernah atau sedang berjalan sekarang, namun ini akan coba disusun  kembali menjadi sebuah rumus praktis yang mudah diingat dan dipahami sehingga niscaya akan lebih mudah untuk dilaksanakan, khususnya bagi pemerintah sebagai decision maker, dan juga mereka-mereka yang mau menjadi warga negara yang terlibat (concerned citizen) dalam memikirkan  kelangsungan hidup  pariwisata Indonesia di era liberalisasi jasa.

Ability atau kemampuan memiliki arti bahwa ketika pemerintah mendesain suatu kebijakan, wajib didasarkan pada kemampuan riil yang kita miliki, baik ditinjau dari dimensi internal maupun eksternal. Realitas kebijakan yang ada, kualitas sumber daya manusia, potensi produk yang ditawarkan, ketersediaan infrastruktur, penguasaan teknologi hingga konfigurasi persaingan global, dapat menjadi parameter dalam mengukur dan menakar kesiapan kita sebagai media untuk mengidentifikasi dan menganalisis kemampuan kita dalam menghadapi liberalisasi jasa pariwisata.

National Interest atau kepentingan nasional mengharuskan atau mewajibkan pemerintah untuk mengutamakan dan memprioritaskan kepentingan nasional dalam mendesain sebuah kebijakan. Topik yang akan berkutat pada aspek manfaat bagi pemerintah, pelaku usaha pariwisata dan masyarakat sendiri dalam keikutsertaannya pada liberalisasi jasa, dan bentuk perlindungan serta pengakomodasian kepentingan Indonesia dalam Persetujuan GATS.

Gradual atau bertahap merupakan trademark GATS. Proses ini dapat disebut sebagai proses tebang pilih yang lazim digunakan dalam perbincangan mengenai pemberantasan korupsi. Tebang pilih di sini lebih berkonotasi positif dengan melihat kemampuan dan kepentingan kita sendiri sehingga tidak semua subsektor pariwisata harus diliberalisasi. Kalau kita mampu dan siap, maka kita bisa membukanya untuk diliberalisasi. Jika tidak, maka subsektor tersebut wajib dilindungi dan akan diliberalisasi apabila kita telah benar-benar siap untuk menjalaninya. Peran pemerintah  begitu dominan ketika menentukan subsektor-subsektor yang telah siap atau belum siap dalam menghadapi liberalisasi jasa melalui komitmen liberalisasi yang dibuatnya. 

             Equality dalam konteks ini merupakan pemerataan yang mencerminkan jiwa, semangat dan tujuan ideal setiap desain kebijakan yang akan digulirkan. Kebijakan yang ditempuh harus mengarah pada pencapaian pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dan tidak terjebak pada  ideologi pertumbuhan ekonomi yang sedang gencar dipromosikan oleh negara-negara kapitalis. Pemerataan dapat ditempuh melalui pendistribusian kesejahteraan baik dalam bentuk perlindungan hukum maupun prioritas pembangunan ekonomi bagi mereka yang berklaster minoritas dan cenderung termarjinalkan.

                Lawful menghendaki setiap desain kebijakan yang ditempuh pemerintah tidak lancang menabrak kaidah hukum  yang telah berlaku di Indonesia. Dalam proses harmonisasi dan transformasi Persetujuan GATS ke dalam kaidah hukum nasional, wajib  selalu menjunjung tinggi seluruh kaidah hukum yang ada, baik itu kaidah hukum tertinggi yang berlaku sebagai kaidah dasar alias grundnorm, konstitusi, undang-undang, dan bentuk kaidah-kaidah hukum lain  yang berada di bawahnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar