Rabu, 20 Juli 2011

Liberalisasi Jasa dan Investasi Asing

Eksistensi Investasi Asing  dalam Konstruksi  Kebijakan Pembangunan Ekonomi di Indonesia

oleh
IGN Parikesit Widiatedja,SH.,MHum.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

1.      Latar Belakang

Investasi berkembang sejalan dengan kebutuhan suatu negara melaksanakan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Kebutuhan tersebut timbul akibat ketidakmampuan suatu negara memenuhi kebutuhan akan modal maka investasi asing menjadi salah satu alternatif terbaik selain melalui pinjaman hutang luar negeri. Selain itu kegiatan investasi juga terjadi sebagai konsekuensi berkembangnya kegiatan di bidang ekonomi dan perdagangan. Kemudian dalam perkembangannya tuntutan akan investasi asing tidak bisa dilepaskan dari implikasi hubungan internasional yang semakin meningkat dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi.[1]
Dorongan utama timbulnya perencanaan dalam negara-negara modern adalah keinginan untuk mencapai tingkat investasi yang jauh lebih tinggi dibanding masyarakat yang tidak berencana, ini disebabkan karena orang percaya bahwa pendapatan dan kesempatan kerja merupakan fungsi langsung dari Investasi. Pendapatan dan kesempatan kerja dapat distabilkan dengan merangsang atau membatasi konsumsi dengan perantaraan defisit dan surplus anggaran, dan pemeliharaan tingkat pengerjaan penuh yang membutuhkan pengawasan atas investasi[2]
           Dalam pembiayaan Investasi tersebut salah satu faktor pendukungnya adalah adanya investasi asing. Investasi asing tersebut memberikan stimulus dalam mendukung modal dan teknologi untuk pelaksanaan pembangunan. Dengan modal kekayaan alam yang cukup melimpah itulah sejak lama investor asing banyak menanamkan modalnya di Indonesia, hal ini tentunya dapat mendukung proses pembangunan yang dilakukan pemerintah
         Adanya lembaga hukum dalam bentuk investasi asing ini ditinjau dari pendekatan sejarah hukum merupakan salah satu manifestasi dari semakin berkembangnya proses interaksi diantara manusia yang telah melintasi batas negara yang menyangkut masyarakat, dunia luar dan juga perusahaan asing tersebut. Investasi asing menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan, investasi diperlukan karena menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan negara,masyarakat dan perusahaan tersebut. Proses ini tentunya memerlukan seperangkat aturan yang mampu mengakomodir setiap perubahan dan perkembangan yang menyangkut hubungan yang bersifat transnasional dan interdisipliner ini.Adanya sebuah hukum menjadi factor krusial agar pengaturan mengenai investasi asing dapat berjalan sinergi dengan kebutuhan masyarakat di dunia.
Sejarah mencatat bahwa telah sejak lama investasi menjadi bagian dari proses pembiayaan suatu negara, adanya kolonialisme menjadi tonggak awal lahirnya pengaturan mengenai investasi. Ini terkait dengan hubungan penjajah dengan jajahannya.Dimana perusahaan asing dari penjajah mulai merambah jajahannya untuk melakukan sebuah ekspansi bisnis. Inilah yang pada mulanya menjadi jiwa dari sebuah investasi di dunia.
            Konferensi PBB tentang perdagangan dan pembangunan (UNCTAD),badan PBB yang bertugas mengenai seluruh persoalan yang berkaitan dengan investasi langsung luar negeri dan perusahaan-perusahaan Internasional, memperkirakan ada 45.000 perusahaan induk yang memiliki 280.000 cabang di luar negeri, yang menciptakan penjualan diatas $7,0 triliun.Nilai saham investasi langsung luar negeri tersebut diyakini telah mencapai $3,2 trilliun pada tahun 1996.UNCTAD mengemukakan bahwa jumlah perusahaan internasional yang berbasis di 15 negara maju yang utama meningkat dari 7000 pada tahun 1968 menjadi 27.000 pada tahun 1993.[3]
Ciri khusus suatu investasi tidak saja menyangkut jangka menengah namun juga jangka panjang. Secara  histories pada bangsa kita, kegiatan investasi asing sejak semula memang kurang dihayati sebagai suatu kegiatan yang berarti. Sebenarnya pada jaman penjajahan kegiatan perdagangan sudah cukup menunjukkan kemajuan yang berarti, namun investasi asing saat itu tidak seberapa maju. Setelah jaman penjajahan berlalu, dengan ditinggalkannya kegiatan usaha investasi asing oleh pihak penjajah, maka pemerintah mulai turun tangan mengambil-alih kegiatan tersebut secara bertahap melalui proses nasionalisasi.[4]
Hal ini memang menunjukkan bahwa sudah sejak lama investasi asing berlangsung di Indonesia, ini bisa dibuktikan dengan adanya industri-industri besar utamanya peninggalan jajahan (Belanda ), industri perkebunan teh, kopi, kelapa, Johnson and Johnson, Philip Morris, Goodyear dsg. Tulisan ini berupaya  membahas dan mencermati topik perkembangan  investasi asing di Indonesia dan kontribusinya bagi pembangunan nasional. 

2.    Asal-Mula Investasi ditinjau dari Pendekatan Sejarah

2.1 Investasi sebagai cikal bakal hubungan Internasional lintas negara

            Berbicara tentang Investasi tak dapat dilepaskan dari adanya sebuah perdagangan atau bisnis. Cikal bakal dari adanya investasi dimulai dari sebuah pemikiran tentang perluasan lingkup perdagangan yang tidak hanya dalam suatu negara tetapi juga melintasi batas negara. Pandangan semacam inilah yang pada akhirnya menjadi pioneer dari lahirnya sebuah eksistensi tentang investasi asing.
            Ditinjau dari aspek sejarah, bibit-bibit lahirnya sebuah bisnis internasional dapat ditelusuri dari berlakunya Hukum Kanonik di Zaman Romawi kuno, dimana saat itu Hukum Romawi lahir karena sebuah penciptaan hukum dan salah satu kontribusinya mencakup tentang kebebasan berkontrak dalam sebuah perikatan yang begitu menonjol.Hal ini berpengaruh significant terhadap kaedah-kaedah dari penerapan Investasi yang pada umumnya menyangkut perikatan/perikatan atau kontrak-kontrak di dalamnya.
           Selanjutnya para yuris Abad XVI dengan aliran yang dinamakan humanis baru telah lahir sebuah ajaran-ajaran perdagangan yang dilandasi praktek-praktek sehari-hari. Selain itu Hukum Romawi juga telah mengenal hukum perdagangan yang berorientasi Internasional. Ini terus berlangsung hingga zaman Napoleon yang melahirkan code de commerce[5]
Catatan sejarah perdagangan atau bisnis dapat dilihat dari kisah Marco Polo,  pada tahun 1292 Marco Polo sudah singgah di bagian utara Aceh dalam perjalanan pulangnya dari Cina ke Persia melalui laut. Perjalanan lelaki dari Venesia ke Asia tak lepas dari usaha untuk menembus jalur perdagangan rempah-rempah yang sudah banyak diperdagangkan di Venesia, sebagai kota dagang yang terkenal waktu itu, namun belum diketahui asal-usulnya. Jalur perdagangan rempah-rempah waktu itu masih dirahasiakan oleh sejumlah pedagang dari Timur.[6] Hal ini dapat dijadikan suatu referensi dari lahirnya ekspansi perdagangan yang melahirkan investasi asing.
Lahirnya investasi asing dapat dilihat sejak tahun  1600, dimana British East India Company, sebuah perusahaan dagang yang  baru dibentuk, mendirikan cabang-cabang luar negeri di seluruh asia. Pada saat yang sama,sejumlah perusahaan Belanda, yang dibentuk tahun 1590 membuka rute-rute perjalanan ke timur, bergabung untuk membentuk Dutch East India Company dan juga membuka kantor-kantor cabang di Asia. Para pedagang kolonial Amerika mulai beroperasi dengan model yang sama pada tahun 1700-an. Contoh-contoh investasi langsung luar negeri Amerika adalah perkebunan-perkebunan di Inggris yang dibentuk oleh Colt Fire Arm.[7]
            Expansi hukum Internasional ini dalam segi jangkauannya, disepanjang abad ke 19 sejak konvensi Wina, diimbangi bahkan diatasi oleh suatu pertumbuhan dalam segi lubuk kedalamannya, melalui perkembangan secara mantap serta pembaharuan/perbaikan dalam norma-norma kelakuan Internasional.Bidang utama hukum ini ialah hukum traktat, tetapi proses ini juga mempengaruhi, atau membawakan perkembangan pada hukum tertulis dalam negeri mengenai hubungan-hubungan Internasional khususnya yang terkait dengan investasi.[8]

2.2 Faktor yang melandasi terbentuknya Investasi dalam proses perdagangan

        Terbentuknya investasi asing dilandasi adanya pemikiran-pemikiran tentang perdagangan, dimana perdagangan sudah tidak hanya terjadi di dalam suatu wilayah atau negara, tetapi menjangkau pula antar lintas negara. Ini tentunya menumbuhkan keinginan bagi suatu negara yang memiliki modal dalam perdagangan untuk melakukan perluasan usaha atau dagang di negara lain yang memiliki prospek bisnis yang menjanjikan keuntungan baginya. Adanya faktor ini tentunya menimbulkan konsekuensi hukum dimana pengaturan hukum diantara negara dengan lainnya perlu dilakukan sebuah terobosan hukum agar terdapat sebuah aturan Hukum yang bersifat Internasional yang mampu mengakomodir segala aspek-aspek hukum terkait dengan Investasi.
            Seperti diketahui semenjak abad ke 16 hingga abad 19, era kolonialisme melanda di hampir seluruh dunia, Negara pemilik kekuasaan dan kekuatan berupaya untuk memperluas wilayahnya dengan melakukan kolonialisme,Belanda negara yang pada akhirnya menjajah Indonesia memilki alasan  tersendiri dalam  melakukan  penjajahan,  ini dapat  dilihat dari  adanya   Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa antara 1830-1870. Mengapa Sistem Tanam Paksa (STP) perlu dijalankan, terkait dengan konfigurasi politik Eropa. Kekuasaan Napoleon Bonaparte atas wilayah Belanda (saat itu disebut Republik Batavia) sejak 1795—yang kemudian dibentuk menjadi Kerajaan Belanda pada tahun 1806, sebelum akhirnya diinkorporasi ke dalam Kekaisaran Perancis pada tahun 1810—telah menguntungkan Inggris untuk menguasai beberapa koloni Belanda seperti Afrika Selatan dan SriLanka. Setelah Napoleon jatuh Kerajaan Belanda memperoleh kembali kemerdekaannya melalui Kongres Wina tahun 1815. Namun Belgia yang termasuk ke dalam kedaulatannya memberontak pada tahun 1830, berlanjut dengan proses perceraian di antara keduanya hingga 1839. Lepasnya Afrika Selatan, Sri Lanka serta masalah Belgia, berdampak pada menipisnya arus kas Kerajaan Belanda. Arti sederhananya: “Krismon”.[9]
              Gubernur-Jenderal Johannes van den Bosch harus tega menerapkan STP. Sejak berlakunya kebijakan itu tahun 1830, petak-petak sawah tradisional dibabat menjadi sentra-sentra produksi tanaman komoditas sesuai selera pasar Eropa. Hasil produksi dibeli oleh Nederlandsche Handelsmaatschappij (NHM), badan usaha yang berfungsi sebagai bank sirkulasi dan penyangga sejak 1824. Melalui NHM, di mana monarki juga menjadi pemegang saham penting, mengalirlah laba usaha sepenuhnya ke pihak Belanda.
[10]
Adanya kolonialisme ini tentunya menimbulkan pemikiran yang mengatur tentang aspek hukum dari adanya investasi asing, terutama terkait dengan hubungan hukum antara penjajah dengan negara jajahannya, seperti diketahui perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara penjajah banyak melakukan investasi di negara jajahannya dan sebagian besar berlaku tidak adil dalam pemakaian, pemanfaatan dan pembagian hasilnya.
Faktor politik dan ekonomi tampaknya mendominasi dalam melandasi keberadaan investasi asing. Faktor ekonomi terlihat dari keinginan dari suatu negara atau perusahaan untuk melakukan proses transaksi/jual-beli yang melintasi batas negara dengan harapan tercapainya margin keuntungan yang lebih besar. Selanjutnya faktor politik terlihat dari kebijakan kolonialisasi yang pada akhirnya ingin menguasai dan memanfaatkan setiap potensi yang dimiliki oleh negara yang dijajah dengan memaksakan masuknya sistem hukum mereka yang belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat negara jajahan. Dalam konteks Indonesia, masuknya sistem hukum tersebut cenderung mengabaikan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan UUD 1945.

3.Eksistensi Investasi Asing dari Masa ke Masa

3.1 Masa mulai berlakunya tanam paksa oleh VOC

Di Indonesia, salah satu negara Eropa Barat yang paling kuat melakukan membangaun fundamental ekonomi yang kapitalistik atau eksploitatif adalah Belanda. Pada tahun 1600- 1800 penguasaan dilakukan melalui Persatuan Pedagang Belanda (VOC) yang menerapkan pola monopoli dalam membeli komoditas perdagangan nasional seperti lada, pala, cengkeh, kopi, dan gula. Setelah VOC bangkrut (bubar) tahun 1799, dikarenakan pemerintahan Belanda telah di duduki oleh Jerman, untuk sementara pemerintahan di Hindia Belanda di ambil alih oleh Inggris selama 1811-1816. Letnan Gubernur Thomas R. Raffles mempekenalkan sistem sewa tanah untuk mengefisienkan tanah jajahan. Tahun 1830 Hindia Belanda sudah kembali di kuasai oleh Belanda, kebijakan ekonomi yang kemudian di gunakan adalah Sistem Tanam Paksa, yang bertujuan mengisi kekosongan kas atau defisit anggaran pemerintah Belanda yang diakibatkan oleh kekalahannya dalam perang yang berkepanjangan. Sistem ini adalah manifestasi dari spesialisasi paksaan yang didasarkan analisa keuntungan komparatif  David Ricardo yang kemudian diterapkan oleh negara penjajah terhadap setiap negara jajahannya[11], hal ini berlaku pula terhadap Investasi yang mana banyak perusahaan perkebunan Belanda menanamkan modalnya di Indonesia dengan mengadopsi sistem tanam paksa untuk lebih meningkatkan eksistensi dan keuntungannya.
Sistem tanam paksa kemudian digantikan oleh sistem kapitalis liberal. Tidak ada yang berubah dalam dialetik hubungan ekonomi yang terbangun, jika dulu yang melakukan eksploitasi adalah pemerintah sekarang di gantikan pengusaha swasta, pemerintah hanya berperan sebagai penjaga dan pengawas jalannya sistem ekonomi melalui peraturan perundang-undangan,pengusaha swasta Belanda dengan mudahnya melakukan Investasi karena didukung pemerintah Penjajah yang ikut campur dalam membatasi hak-hak masyarakat jajahan. Adanya peraturan terkait Investasi cenderung melegalkan eksplorasi dan eksploitasi negara jajahan untuk berinvestasi sesuka hati di negara jajahannya.

3.2 Investasi asing di Era Orde Lama

Perkataan Mohammad Hatta tersebut mencerminkan visi dan misi pemerintahan orde lama, dimana segala keistimewaan yang dimilki Indonesia sedapat mungkin dapat diolah secara maksimal agar dapat bermanfaat bagi rakyat itu sendiri. Kurang lebih 3,5 abad bangsa Indonesia dalam masa penjajahan dari mulai bangsa Portugis, Belanda ataupun Jepang. Sejarah penjajahan banyak memberikan pengaruh yang fundamental dalam tatanan struktur sosial, ekonomi, budaya dan politik. Eropa Barat sebagai tempat beberapa negara pennjajah Indonesia, adalah basis lahirnya pemikiran-pemikiran ekonomi, sehingga  cukup berpengaruh dalam perkembangan kondisi ekonomi di negara-negara jajahan.
Pemikiran Liberalisme Klasik banyak menjadi acuan dasar hubungan ekonomi negara penjajah dengan negara jajahan. Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nation, 1776 berhasil memperkukuh filsafat individualistik dalam pemikiran ekonomi, yang sebenarnya sudah berkembang sejak jaman Merkantilis. Teori pembagian kerjanya atau spesialisasi, dianggap sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus.. Pembagia kerja harus didukung oleh pasaran barang produksi, manifestasinya  dengan melakukan perluasan teritori. Perluasan wilayah untuk memperoleh perluasan pasar bagi barang-barang yang di produksi harus dilaksanakan kalau perlu dengan bantuan pemerintah, David Ricardo yang juga salah satu pemikir liberalisme klasik dengan teori Manfaat Komparatif dijadikan  dasar bagi perdagangan luar negeri. Pemikiran semacam itu pulalah yang melandasi adanya investasi asing di Indonesia, alam yang melimpah, ongkos buruh yang relatif murah serta keadaan Indonesia yang baru merdeka tentunya menimbulkan peluang pasar baru bagi ekonomi khususnya terkait dengan investasi.
Ketimpangan dalam dialektik hubungan ekonomi menjadi salah satu pemicu bagi bangsa Indonesia untuk menuntut revolusi kemerdekaan. Revolusi ini baru merupakan tahapan awal untuk melakukan proses pembangunan ekonomi nasional dari belenggu model ekonomi kolonial, serta untuk melakukan koreksi total terhadap fundamental sosial- ekonomi kolonialisme.[12]
Demokrasi Terpimpin menandai proses pemerintahan yang pertama sesudah kemerdekaan. dan ada tiga komponen pokok yang harus dijalankan:
(1)                             diversifikasi      produksi      untuk menghilangkan ketergantungan atas ekspor bahan-bahan mentah primer,
(2)                              perkembangan ekonomi dan kemakmuran yang merata,
(3)                          pengalihan    dominasi penguasaan usaha-usaha ekonomi dari tangan Asing dan golonga Cina ketangan Pribumi Indonesia
Dalam perkembangannya kebijakan pemerintah orde lama itu yang bernafas patriotisme dengan melakukan berbagai nasionalisasi menimbulkan permasalahan baru. Dimana eksistensi sebuah lembaga hukum Investasi terancam, kebijakan nasionalisasi itu menyebabkan pemilik modal asing enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia,mereka takut selain kondisi social politik saat itu yang tidak stabil juga ketakutan akan kelangsungan hidup perusahaannya kelak di Indonesia.
Disini dapat terlihat bahwa faktor politik begitu mendominasi terkait eksistensi investasi asing. Kebijakan-kebijakan mengenai Investasi Asing cenderung mengakibatkan menurunnya nilai investasi asing di Indonesia. Kondisi ini diperparah kondisi masyarakat Indonesia yang boleh dikatakan belum siap dalam menerima setiap investasi asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Euforia kemerdekaan masih menjadi isu yang utama dan belum menganggap investasi asing sebagai hal yang memberikan kontribusi bagi pembangunan. Selain itu pengaruh dari adanya investasi asing dikhawatirkan bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan kepribadian bangsa.

3.3. Investasi asing di Era Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru kemudian menggantikan kepemimpinan nasional. Kondisi perekonomian Indonesia tengah mengalami hiperinflasi pada tahun 1966 sebesar 650 %, tahun 1967 sebesar 120 %, dan turun pada tahun 1968 menjadi 85 %. Penurunan ini salah satunya di sebabkan oleh munculnya UU PMA, sehingga tingkat investasi asing meningkat, terutama dalam bentuk hutang pemerintah dan swasta. Di tingkat kebijakan Moneter, Fiskal, dan Perdaganga Luar Negeri diorientasikan untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Selanjutnya pada awal Orde Baru, yang mewarisi kebangkrutan ekonomi Orde Lama, telah muncul ide mengenai perlunya kita memperoleh pinjaman dari luar-negeri untuk mengangkat perekonomian Indonesia. Bersamaan dengan itu muncul pula gagasan tentang bagaimana kita harus berhati-hati terhadap pinjaman luar-negeri. Misalnya di dalam penggarisan Tracee Baru di awal Orde Baru.
Pada permulaan tahun 1970, golongan asing dan beberapa konglomerat Pribumi, menguasai 75 % investasi di sektor swasta dan kredit-kredit yang dikucurkan pemerintah pada sektor swasta. Proses konglomerasi dan liberalisasi keuangan ini semakin diperkuat adanya KKN, atau dalam bahasa Revrisond Baswir disebut sebagai Kapitalisme Perkoncoan (kroni),. Hubungan simbiostis antara konglomerat dan pemodal asing dengan pemerintah ini, hanya menciptakan perputaran keuntungan pada koalisi kelompok tersebut. Yang terjadi adalah adanya trade off yang cukup besar antara pertumbuhan ekonomi tinggi dan pemerataan yang rendah, ditambah adanya proses penumpukan hutang oleh pemerintah dan swasta. Pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru, fokus kepemimpinan lebih banyak pada proses stabilisasi politik sedangkan di bidang ekonomi karena krisis Indonesia berbarengan dengan krisis dunia, maka tak cukup banyak kebijakan ekonomi yang berusaha untuk melakukan koreksi fundamental ekonomi nasional. Hal in dikarenakan masih dominannya para pemikir ( menteri dan pakar ekonomi) yang condong pada sistem ekonomi neo-liberal[13]
Gambaran deskripsi diatas telah memaparkan sedikit banyak tentang keberadaan investasi asing di Indonesia, Orde baru sebagai pembuat UU PMA ( UU no 1 tahun 1967) telah membuka kran investasi secara luas,bahkan saking luasnya mengakibatkan investasi asing dan pinjaman luar negeri mengakibatkan ketimpangan dalam kehidupan bangsa. Ini terjadi karena terjadi sebuah konfigurasi ekonomi yang bersifat oligarkhi, dimana kedaulatan ekonomi ditentukan oleh segelintir orang yang memiliki kekuasaan untuk menetapkan sebuah kebijakan termasuk didalamya investasi asing berdasarkan kepentingan krono-kroninya.
Pada masa orde baru inilah lembaga hukum investasi asing mencapai puncaknya, adanya ketentuan-ketentuan ekonomi Internasional seperti adanya ketentuan-ketentuan GATT/WTO dan gencar-gencarnya pembicaraan mengenai Tata Ekonomi Dunia Baru yang mana bidang Investasi menjadi salah satu elemen krusialnya,mengakibatkan diadopsinya ketentuan-ketentuan hukum barat yang melandasi aturan hukum GATT/WTO tersebut ke dalam ketentuan hukum nasional. Hal ini pada awalnya sempat menimbulkan kerancuan karena sebagai negara berkembang dan dari dunia ketiga tentu tidaklah mudah dalam menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut secara langsung dan tepat.
Disamping faktor politik, kebijakan ekonomi sangat berpengaruh dalam Investasi asing, dalam era ini investasi asing telah dianggap sebagai komponen utama dalam meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan politik yang diambil ditujukan untuk meningkatkan pendapatan negara yang salah satu sumbernya berasal dari investasi asing.
Kondisi sosial masyarakat juga mendukung keberadaan investasi asing,investasi asing dianggap mampu untuk membuka kesempatan  kerja yang pada akhirnya meningkatkan kondisi ekonomi mereka. Namun yang perlu diwaspadai adalah pengaruh-pengaruh dari adanya investasi asing tersebut. Dimana nilai-nilai yang dibawa dan dianut dari negara asal investor tentunya dapat berpengaruh dalam prilaku masyarakat. Inilah yang patut diwaspadai agar pengaruh tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan cita-cita hukum dalam Pancasila dan UUD 1945.

3.4 Investasi Asing di Era Reformasi

            Ada 2 peran yang dibawa oleh investor dalam investasi dalam makroekonomi, pertama; investasi merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan berubah-ubah. Dengan demikian perubahan besar dalam investasi akan sangat mempengaruhi permintaan agregat dan pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja[14]
Kebijakan investasi di era reformasi dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang berbunyi sbb :

“untuk meningkatkan kesiapan dalam era globalisasi pemerintah mengupayakan pengembangan industri yang berkeunggulan kompetitif dan semakin meningkatkan peranan dari industri berskala kecil, menengah yang bebasis sumber daya lokal. Hal ini dilakukan dengan peningkatan jaminan mutu dan layanan produk dalam negeri melalui kemampuan penguasaan teknologi, efisiensi melalui peningkatan produktifitas, serta pengembangan jaringan usaha terkait guna mendukung proses ke arah spesialisasi kegiatan yang memiliki keunggulan kompetitif”.

Sesuai dengan kebijakan pembangunan pemerintah dalam GBHN 1999 di bidang ekonomi khususnya penanaman modal  diharapkan terjadi “peningkatan daya saing global dengan membuka aksepbilitas yang sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat dan seluruh daerah melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan”.[15]
Investasi internasional dan globalisasi liberalisasi ekonomi menjadi topik sentral dalam memasuki milenium baru. Investasi asing semakin diakui merupakan elemen penting dalam kerangka integrasi perekonomian dunia karena secara umum dapat  menguntungkan pihak-pihak yang terlibat yaitu negara tuan rumah, negara asal investasi, serta perusahaan-perusahaan yang menanamkan modalnya. Dalam suatu negara, investasi asing dapat meningkatkan pembentukan modal, meningkatkan produktifitas, menciptakan lapangan kerja, alih teknologi, serta alih keahlian dalam manajemen dan kewiraswastaan.
Salah satu permasalahan dunia  dengan adanya globalisasi dan liberalisasi ekonomi terkait dengan iklim investasi asing adalah adanya jurang perbedaan yang cukup lebar diantara negara-negara di dunia. Negara yang mempunyai  iklim investasi yang baik dan kondisi yang stabil bagi kegiatan usaha yang sehat serta program penyelesaian sengketa yang adil akan berhasil dalam menarik investasi. Sebaliknya negara yang memberlakukan berbagai hambatan dalam investasi asing dapat mengurangi arus asing. Hal ini merupakan efek dari globalisasi yang tidak seimbang, dengan ketidaksetaraan distribusi dari kerugian dan mamfaat. Kesenjangan ini menyebabkan polarisasi antara negara satu dengan lainnya, antara suatu kelompok satu dengan lainnya,juga antara individu satu dengan lainnya. Satu pihak bisa maju pesat, pihak lain semakin termajinalisasi.
Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang terdesak dalam Investasi asing dimana dengan banyaknya Investasi asing yang umumnya berasal dari negara kuat telah mencampuri dan mempengaruhi setiap kebijkan pemerintah. Bahkan saat ini Investasi asing telah mampu menguasai BUMN-BUMN vital di Indonesia. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi tergantung dengan dengan negara asal Investasi asing.
Dan pada akhirnya dapat dikatakan bahwa keberadaan Investasi Asing sebagai lembaga hukum telah menjelma sebagai kekuatan yang dapat merubah setiap kebijakan pemerintah Indonesia dengan kecenderungan semakin kuat eksisitensi sebuah perwujudan Investasi asing di Indonesia. Faktor politik, ekonomi dan kondisi masyarakat mendukung semakin kuatnya eksistensi investasi asing di Indonesia.
Dalam era liberalisasi dan globalisasi ini, proses adaptasi dan interaksi sistem-sistem hukum tentang investasi asing yang ada ,pembentukan ataupun penyempurnaannya dalam kaidah hukum haruslah tidak meninggalkan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.Ini untuk menghindari hilangnya identitas hukum nasional yang telah diciptakan dan dipertahankan oleh para pendiri bangsa.

4. PENUTUP

Bahwa pola sejarah perkembangan investasi di dunia sebenarnya telah berlangsung sejak zaman romawi, investasi ini bermula dari adanya perdagangan yang melintasi batas negara. Ini berkembang hingga lahirnya pemikiran tentang expansi usaha terkait dengan kolonialisme dan kepentingan kekuatan ekonomi.negara maju Dari berbagai periode pemerintahan yang memiliki berbagai karakteristik tertentu, dapat disimpulkan bahwa Investasi asing merupakan salah satu penggerak dan penopang berlangsungnya kehidupan perekonomian di Indonesia. Proses adaptasi pengaturan mengenai investasi asing sendiri tidak serta merta dapat berlangsung, banyak terjadi pertentangan-pertentangan yang diakibatkan perbedaan sistem hukum barat dengan sistem hukum adat yang lebih banyak diterapkan di Indonesia,. Perbedaan sejarah, sosial, budaya, politik dan ekonomi menjadi faktor yang menjadi hambatan bagi proses adaptasi pengaturan Investasi asing pada mulanya. Lembaga Hukum Investasi asing banyak dipengaruhi sistem hukum barat khususnya yang bersifat kontraktual. Ini tidak terlepas dari asal-mula investasi itu sendiri. Pengaruh hukum asli Indonesia dapat pula dijumpai salah satunya terkait dengan hukum adat dalam bidang agraria yang masih relevan digunakan hingga saat ini dengan mengadopsi berbagai corak yang terdapat di Indonesia  Faktor ekonomi, politik, sosial dan kondisi masyarakat sangat mempengaruhi eksistensi dari investasi asing. Dimana saat ini, faktor-faktor tersebut telah menjadikan investasi asing sebagai salah satu elemen utama dalam pembangunan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA


   -Abdurahman, Beberapa Aspek Tentang Pembangunan Hukum Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung,1995.
     -Ade Maman Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002
-Arthur Nussbaum,Sam Suhaedi Admawira, Sedjarah Hukum International,Binacipta, Jakarta, 1970,
-Arthur Lewis, Dasar-dasar Perencanaan Ekonomi Negara, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1980.
-Donald A. Ball, Wendell H. McCulloch, Bisnis Internasional (Buku Satu),Salemba Empat, Jakarta,2000.
 -Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III, UI-Press, Yogyakarta, 2000, h. 102.
-Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
-H.S Kartadjoemena, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, UI-Press,  Jakarta, 1997.
-I.P.M Ranuhandoko, Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.
-Michael P. Todaro, Ekonomi  Untuk  Negara  Berkembang,  Bumi  Aksara, Jakarta 1995.
- -------------------, Pembangunan  Ekonomi  Di   Dunia   Ketiga,   Ghalia    Indonesia, Jakarta, 1983.
-M.L Barrow and R.J.A Fletcher, Fundamental of Bussines Law,McGraw-hill book Company,Australia,2000
-N.Rosyidah Rakhmawati,   Diktat Mata Kuliah Penanaman Modal,   FH-Unibraw,  Malang, 2002.
-Pandji Anuraga, Perusahaan Multinasional dan PMA, Pustaka Jaya, Jakarta, 1995.
-Paul A Samuelson & William D.Nordahaus,Erlangga, Jakarta, 1993.
-Prijono   Tjiptoherijanto,   Prospek     Perekonomian   Indonesia     dalam   Rangka  Globalisasi, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
-Satjipto Rahardjo,Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung,1979.
-Yoshihara Kunio,Kapitalisme Semu Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta, 1990.





















        [1] N.Rosyidah Rakhmawati,   Diktat Mata Kuliah Penanaman Modal,   FH-Unibraw,  Malang, 2002.
        [2] Arthur Lewis, Dasar-dasar Perencanaan Ekonomi Negara, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1980, h. 65.
       [3] Donald A. Ball, Wendell H. McCulloch, Bisnis Internasional (Buku Satu),Salemba Empat, Jakarta,2000 h.12
       [4]N Rosyidah Rakhmawati, op.cit. h.7
         [5] ibid, bag 3 h.5
         [6] “Venesia kota perdagangan masa lampau”, www.kompas.com/artikel, 13 juli 2003.
       [7] Donald A. Ball, Wendell H. McCulloch, Bisnis Internasional (Buku Satu),Salemba Empat, Jakarta,2000 h.12
       [8] Arthur Nussbaum,Sam Suhaedi Admawira, Sedjarah Hukum Internatinal,Binacipta, Jakarta, 1970, hal 112.
       [9] S.Wibawa “MODERNISASI ASPEK RELASIONAL PEMERINTAHAN DAERAH:  MENENGOK SEJARAH, MENATAP MASA DEPAN”,www.ekonomirakyat.com 6 maret 2003
         [10] ibid
       [11] Heri Kristanto. “MENIMBANG SEJARAH DALAM EKONOMI INDONESIA”www.ekonomirakyat.com, 11 januari 2003

       [12] ibid
           9 “sebuah keluarga bernama Indonesia”, www.kompas.com/archieve, 20 september 2003
           [14] -M.L Barrow and R.J.A Fletcher, Fundamental of Bussines Law,McGraw-hill book Company,Australia,2000 ,h.34

           [15] Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun  1999-2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar